Oleh: Dr. Noviardi Ferzi
EcoReview – Tidak seperti rencana pembangunan Fly Over Simpang Mayang yang hilang begitu saja. Rencana Pemerintah Provinsi Jambi membangun Jambi Bussines Center (JBC) segera terealisasi. Padahal dari sisi kebutuhan publik jalan layang jauh lebih dibutuhkan untuk menunjang aktivitas warga, pintu masuk dari luar dan ke dalam kota Jambi.
Pembangunan ini sebenarnya hanya membuktikan ketiadaan prioritas pemerintah provinsi Jambi pada masyarakat. Buktinya, alih – alih merealisasikan pembangunan jalan layang untuk mengurai kemacetan di Kawasan Simpang Mayang, mantan Bupati Merangin ini malah mendahulukan pembangunan Jambi Bussines Center (JBC).
Pembangunan JBC amat berpotensi menimbulkan kemacetan di Simpang Mayang, baik saat pembangunan apalagi saat komplek JBC telah beroperasi. Kemacetan yang membuat inefisiensi ekonomi.
Saat ini saja, pada pagi dan sore hari atau Minggu siang ruas jalan itu mengalami kemacetan, meski sudah dibuat dua jalur, tetap saja tak bisa mengimbangi volume kendaraan yang besar.
Dari sisi ekonomi wilayah, Pembangunan JBC ini tidak menyebarluaskan magnet pertumbuhan ekonomi baru, malah membuat aktivitas ekonomi hanya bertumpu di Kota Jambi semata.
Jika aktivitas ekonomi tidak merata, pertumbuhan wilayah juga menjadi timpang. Artinya, pembangunan JBC cenderung memberi stimulus ketimpangan antar daerah di Kota dan daerah sekitar Kota dibanding pertumbuhan.
Hal ini karena pembangunan JBC tidak serta merta bisa dipandang mampu meningkatkan investasi, apalagi menumbuh-kembangkan ekonomi baru, karena JBC adalah pembangunan yang tidak terintegrasi antara usaha besar, menengah dan kecil.
Kenapa JBC saya nilai tidak menciptakan dan memperluas bidang usaha, karena memang tak ada bidang usaha baru secara inovasi yang dibawanya, kecuali bangunan baru.
Bisa kita lihat rencana pembangunan ini saja kita bisa melihat, tak ada konsep baru yang ditawarkan JBC. Seperti, Mall yang dibangun nanti berlantai lima dan hotel berbintang sebanyak 14 lantai. Hotel di JBC nanti menyediakan ballroom (ruang pertemuan) dengan kapasitas 2.500 orang. Selain itu dibangun juga shop house (ruko) sebanyak 229 unit.
Oleh karena JBC saya nilai tidak dirancang sebagai katalis untuk membuka potensi ekonomi Jambi secara keseluruhan, hanya mendorong pertumbuhan sektoral dan kelas menengah atas.
Kelas menengah yang mampu mengkakses hotel mewah, mal dan gedung pertemuan, sementara masyarakat bawah hanya akan menjadi objek yang meminggirkan mereka. JBC meski menciptakan lapangan kerja tapi tidak mampu mengurangi kemiskinan.
Apalagi JBC tidak mengambarkan simbol identitas daerah yang mampu menjadi pusat gravitasi ekonomi baru yang diharapkan dapat membawa multiflier effect. JBC berpeluang akan menjadi tapak modernitas yang bermasalah antara pengembang dan pemerintah sebagaimana pembangunan Konsep Build Operating Transfer (BOT) yang selama ini dilakukan.
Padahal jika JBC dipindah ke lokasi yang memiliki konektivitas dengan daerah lain yang baik, peningkatan arus perdagangan lebih dari 50% diprovinsi Jambi dapat terjadi.
Dapat menurunkan kesenjangan antar daerah, mendorong investasi di region baru serta mendorong diversifikasi ekonomi, sehingga tercipta dorongan nilai tambah ekonomi pada sektor non-tradisional pada berbagai wilayah di Provinsi Jambi.
Namun dibalik berbagai ketidak sinkronan konsepsi ekonomi ini, Ground breaking (peletakan batu pertama) dan launching (peluncuran) pembangunan JBC telah dilakukan Gubernur Jambi, Dr H Al Haris, SSos, MH, Senin (12/9/2022) lalu.
Proyek senilai Rp 1,2 triliun di bekas kantor dinas peternakan kawasan Simpang Mayang, Kota Jambi dilakukan bekerja sama dengan perusahaan PT Putra Kurnia Properti (PKP).
Terakhir volume ekonomi Jambi tidaklah sekuat dugaan investor, buktinya, komplek – komplek serupa sepi dan merugi, apalagi melihat rencana waktu pembangunan proyek JBC ini lebih kurang lima tahun. Pembangunan JBC ditargetkan rampung tahun 2027 dengan alokasi dana pembangunan JBC mencapai Rp 1,2 triliun, kurang ekonomis secara bisnis.
Bayangkan, jika investor menggunakan dana Bank, kewajiban cicilan sudah datang, saat pembangunan belum selesai?
(Penulis merupakan pengamat)
Komentar