Oleh: Amri Ikhsan
Alhamdulillah, umat Islam telah memulai ibadah puasa Ramadhan 1445 Hijriah. Sebuah kesempatan istimewa karena Allah telah memberikan kita waktu untuk melatih dan menempa diri menjadi pribadi muslim yang sebenarnya, melalui berbagai latihan training puasa pada madrasah Ramadhan yang mulia.
Diyakini bahwa sebagian besar umat Islam sedang mengalami kebahagiaan yang luar biasa atas kedatangan bulan Ramadhan. Rasa bahagia umat Islam pada bulan itu terlihat dengan jelas dari kesiapan umat Islam melakukan ibadah puasa dan berbagai ibadah lainnya selama satu bulan sesuai tuntunan Nabi Muhammad SAW.
Kebahagian orang beriman dalam menyambut bulan Ramadhan merupakan salah satu tanda keimanan seorang Muslim. Ibarat menyambut tamu agung yang dinanti-nantikan, semua perlu dipersiapkan. Nabi dalam salah satu hadisnya menyindir orang yang tidak merasa bahagia atas kedatangan bulan Ramadhan sebagai orang yang mengkhawatirkan. Tuhan telah mencabut salah satu kenikmatan berupa kebahagiaan hati menyambut kedatangan bulan suci tersebut. (UII)
Pertama, persiapan nafsiyah, menyambut datangnya bulan ramadhan dengan hati gembira bahwa ramadhan telah datang sebagai bulan penuh berkah. Orang beriman pada bulan ini berlomba-lomba untuk meningkatkan kualitas ibadah dan meraih derajat tertinggi di sisi Allah swt. Apa yang dilakukan adalah mempersiapkan jiwa dan spiritual untuk menyambut Ramadhan dengan jalan melatih dan memperbanyak ibadah di bulan-bulan sebelumnya,
Kedua, persiapan tsaqafiyah, menyiapkan ilmu dan pengetahuan. Tentu tanpa kedua hal ini, kita akan sulit melaksanakan ibadah secara maksimal maka fiqh puasa harus dikuasai dengan sempurna. Dengan menguasai dan memahami fiqh puasa dengan baik, seseorang akan benar benar tahu mana amalan dan ibadah yang kualitas puasa dan mana perbuatan yang dapat merusak nilai puasanya.
Ketiga, persiapan fisik, harus diakui bahwa aktifitas Ramadhan banyak memerlukan stamina prima. Kita tidak akan bisa maksimal untuk puasa, qiyamullail, membaca al-Quran dan berbagai macam ibadah lainnya. Kondisi fisik yang tidak prima tentu akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas ibadah ibadah ini. Padahal amalan di bulan Ramadhan tak dapat digantikan dengan amalan di bulan-bulan yang lain.
Keempat, yang tidak kalah penting adalah persiapan keuangan bagi yang mampu. Persiapan ini bukan untuk membeli busana baru di hari lebaran atau menyiapkan bekal untuk mudik lebaran, tapi lebih kepada menyiapkan dan mengatur keuangan untuk berinfak, sedekah dan membayar zakat. Imam Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadits:“Rasulullah pernah ditanya, ‘Sedekah apakah yang paling utama? Beliau menjawab,“Seutama-utamanya sedekah adalah sedekah di bulan ramadhan”. (unissula)
Kebahagiaan orang yang puasa di bulan Ramadhan, sudah terbiasa dengan situasi di tengah perih panas matahari, tidak akan pernah tergoda untuk melampiaskan rasa lapar dan dahaga walaupun hanya sesuap nasi dan seteguk air putih, meskipun dia punya kesempatan untuk melakukan itu, tanpa ada manusia yang melihatnya. Dia menyadari manusia bisa tidak melihat hal itu, tapi Allah SWT pasti melihatnya.
Jika sebelum ini hubungan kita dengan Al-Qur’an lemah, dimana kita hampir tidak punya waktu untuk membaca dan memahaminya, maka bulan Ramadhan adalah waktunya untuk kita memperkuat hubungan kita dengan ayat-ayat-Nya dan kembali berinteraksi secara intensif dengan kitab suci ini. Kita kembali berinteraksi dengan Al-Qur’an bukan hanya membaca secara harfiah tapi lebih dari itu, memahami dan melaksanakan pesan yang terkandung didalamnya.
Orang yang puasa selalu bahagia dan menikmati setiap aktivitas Ramadhan. Siang hari menahan lapar dan dahaga, setelah shalat Isya harus melaksanakan shalat taraweh dan ibadah lain, dilanjutkan di tengah malam harus menahan kantuk untuk makan sahur. Dia bahagia untuk menyiapkan sebagian hartanya untuk berinfak dan bersedekah untuk kaum dhuafa. Dia bahagia meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah selama Ramadhan dan menikmati setiap perbuatan yang selalu diniatkan untuk ibadah.
Orang yang puasa tahu benar bahwa apa yang dilakukan adalah meninggalkan sesuatu yang sebenarnya halal untuk semata-mata mengikuti perintah Allah SWT. Puasa adalah ibadah yang tidak terlihat oleh orang lain. Saat seseorang sedang menjalankan ibadah puasa, maka yang tahu apakah ia menjalankan puasa dengan menjauhi makanan, minuman dan seks atau hanya pura-pura adalah Allah Swt. Inilah keutamaan ibadah puasa dibanding ibadah lainnya. (Nafis)
Dia sadar betul bahwa puasa itu memberi kesempatan untuk merasakan bagaimana kehilangan nikmat makan, minum dan syahwat dalam waktu tertentu. Kondisi ini memberi pembelajaran dan merasakan apa yang dialami oleh saudara kita yang tidak berkecukupan dan tidak diketahui sampai kapan ujian akan berakhir. Dia sadar bahwa pembelajaran dimana kenikmatan hanya dapat diketahui dan lebih terasa bila sudah hilang dari dirinya.
Orang yang puasa mengetahui bahwa kedatangan bulan suci tersebut membawa kesibukan mendadak, mulai dari mencari makanan berbuka hingga merubah penampilan berpakaian, mengubah ‘gaya bicara’ karena memang bulan Ramadhan ini berbeda dengan bulan-bulan yang lain. Dia tidak risih dan sangat menikmati perubahan ini.
Kebahagian dirasakan dengan keluarga kita, betapa Bulan Ramadhan kita dipertemukan dengan keluarga (bagi perantau). Puasa Ramadhan punya kekuatan untuk mempersatukan keluarga dan sanak saudara. Kita bisa saja bertemu setiap hari, tapi pertemuan dalam bulan puasa akan terasa berbeda, apalagi bertemu saat berbuka puasa, membuat pertemuan terasa lebih bermakna.
“Bagi orang yang melaksanakan puasa ada dua kebahagiaan; kebahagiaan ketika berbuka, dan kebahagiaan ketika bertemu dengan RabbNya” (Muttafaqun’alaih). Ini kebahagian yang sebenarnya untuk merayakan kemenangan, keberhasilan dalam menjaga puasa dari pembatal dan perusak puasa (Suharno). Berbuka puasa dalah selebrasi dari kemenangan ini.
Orang yang berpuasa sadar betul bahwa menahan diri dari makan dan minum dapat melemahkan syahwat kebinatangan manusia. Harus diakui bahwa syahwat seringkali memperdaya manusia dan dapat menghancurkan martabat dan kehidupan manusia. Menahan diri dari makan dan minum yang berlebihan dapat membekali seseorang untuk mengendalikan hawa nafsunya. Nafsu seksual dalam perspektif puasa bukan dimusnahkan, tetapi dikendalikan. (Nafis)
Orang yang puasa itu bahagia karena ibadah ini dapat mempersempit ruang gerak dan kesempatan syaitan untuk menggoda manusia. Sebab, pada saat berpuasa jaringan lemak dalam aliran darah menyempit sehingga syaitan tidak dapat melewatinya ((Nafis). Ini tentu akan mengurangi dan menghindari berbuat dosa.
Ramadhan bukan tentang menahan minum dan lapar. Itu terlalu mudah, binatang juga bisa melakukannya. Lebih dari itu, Ramadhan adalah tentang perjuangan hidup yang sesungguhnya. Menahan hawa nafsu, yang selama ini mengotori hati dan pikiran, membuat kita sulit merasa kebahagiaan, hingga kehilangan ketenangan.
Selama bulan puasa Ramadhan, dari sekian banyak manusia di dunia ini, seseorang yang paling pantas untuk terus menerus kita nasihati adalah diri kita sendiri. Selamat menjalankan ibadah puasa, selamat menjernihkan hati dan pikiran!
(Penulis adalah Pendidik di Madrasah)