BETARA.ID, Jambi – Bermunculannya nama bakal calom Walikota Jambi akhir – akhir ini dikenal sebagai fase air pasang dalam siklus politik era pilkada langsung. Fenomena ini sejatinya merupakan suatu hal yang positif bagi kebebasan masyarakat mengekspresikan domain politiknya.
Siklus air pasang dalam politik dinilai Direktur Lembaga Kajian Politik Regional (LKPR) Dr. Noviardi Ferzi sebagai realitas kekinian yang mengambarkan makin sehatnya iklim demokrasi di masyarakat. Dikatakan sehat, karena banyaknya calon yang muncul menandakan demokrasi tumbuh subur, yang tidak hanya memberi alternatif pilihan pada masyarakat, tapi juga kebebasan ekspresi politik tiap kelompok atau bahkan individu.
“Meski bukan ranah politik prosedural yang melibatkan partai politik, baiknya, ini pertanda demokrasi kita tumbuh subur, tiap kelompok atau bahkan individu bisa memunculkan figur sebagai calon walikota, sesuatu yang tak bisa terjadi di era orba lalu, ketika aspirasi politik dibatasi,” ungkap akademisi ini, Senin (18/4/2022) kemarin.
Perumpamaan dimana air pasang sampai didaratan, merupakan momentum kebebasan demokrasi menyentuh permukaan, yang membuat tokoh publik mengapung secara persepsi, termasuk disisi lain menyediakan alternatip pilihan bagi publik untuk menilai atau menyaring para bakal calon walikota.
Dalam dinamika seperti itu, politik tidak jarang memunculkan hal-hal yang tidak terduga, bahkan terkadang juga diselimuti tabir yang masing pihak hanya bisa menduga tanpa benar – benar tahu. Dari segala keunikannya itu, ketika kita melihat setiap gelagat politik yang berkembang, di samping menggunakan logika normal, adakalanya kita juga menggunakan logika paradoksal.
“Ketika kita melihat gelas yang setengahnya berisi air, setiap orang bisa saja berbeda cara memandangnya, dan mengartikulasikannya melalui kata-kata. Ada yang mengatakan air yang ada di dalam gelas tersebut setengah penuh, sedangkan yang lainnya mengatakan setengah kosong. Karena pilwako memang masih lama, semua pihak masih bisa berandai, ” jelas Noviardi
Dalam dialektika politik, pandangan semacam itu agaknya sangat lumrah, bahkan terkadang dijadikan retorika untuk mengaburkan maksud yang sesungguhnya.
Maka ketika melihat banyaknya nama bakal calon walikota yang muncul kita harus menyikapinya secara dewasa. Sampai hari ini puluhan nama yang muncul, hasil inventarisir di media sosial sebagai calon Walikota Jambi.
Dalam postingan percakapan di media sosial misalnya, telah muncul nama – nama yang cukup panjang seperti, Yun Ilman (aktivis dan lobies), Joni Ismed (DPRD), Asad Isma (Warek UIN STS), Abdulah Sani (Wakil Gubernur), Sum Indra (DPD RI), Maulana (Wawako Petahana), Hasan Mabruri (Klan Gubernur), M Nasir (DPRD), Rocky Candra (DPRD), A Rahman Kili-Kili (Kontraktor), Kemas Farid Alfarely (DPRD), Samiun Siregar (Pengusaha), Kemas Alfaraby (DPRD), Budi Setiawan (Politisi), Ramli Taha (Tokoh Masyarakat), Sarasadin (Tenaga Ahli), Rusli Siregar (DPRD), M Zayadi (DPRD), Yunsak El Hacon (Profesional), Ratu Munawaroh ZN (Mantan Cawagub), Yuliana Fasha (Ketua PKK), Faisal Riza (Waka DPRD), Arniwati (Politisi).
Menurut Noviardi secara kajian elektoral banyaknya nama yang muncul mengambarkan pilihan politik masyarakat yang belum terbentuk, belum mengarah kepada satu atau beberapa nama. Jika sudah mengerucut biasanya tak banyak lagi nama yang beredar.
Meski kajian elektabilitas harus berdasarkan data, melalui survei yang kredibel. Namun, dari cuplikasi percakapan dan narasi yang bisa diamati. Saat ini hanya ada beberapa nama yang memiliki elektabilitas atau keterpilihan sebagai calon walikota.
Komentar